PENDAHULUAN Dosen/Tenaga Pengajar sering dikaitkan sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Dalam kesehariannya digambarkan melalui lagunya Bang Iwan Fals yang berjudul “Umar Bakri”. Makna yang tersirat dapat digambarkan bahwa kehidupan kesehariannya serba pas (cukup?) secara ekonomi. Sisi lainnya menunjukkan bahwa tugas yang diemban oleh seorang dosen/tenaga pengajar boleh dibilang sangat berat karena mengemban tugas multi dimensi. Salah satunya adalah mendidik mahasiswa/murid agar dapat diterima sebagai seorang individu dalam lingkungan masyarakat/sosial. Dari segi regulasi pemerintah di bidang pendidikan mempersyaratkan bahwa seorang dosen harus bergelar minimum Master (S2/SP1) yang sudah tentu membutuhkan biaya tambahan untuk melakukan studi lanjut. Lebih jauh lagi, adanya pandangan sosial yang lebih menghargai “pengelompokkan kualitas PT” dan mengarahkan penghargaan kualitas dosen/tenaga pengajar ditinjau dari lululsan perguruan tingginya (bergengsi ataupun lulusan sekolah di luar negeri).
Mar 6, 2012 - Berpengalaman 47 URAIAN JABATAN (Specific Job Description) (contoh 3) Nama Jabatan: Kepala 48 Membuat Laporan Forecast Bulanan dan. Quality Assurance Coordinator Document Controller Lingkup Pekerjaan: Bertanggungjawab terhadap jalannya Sistem Mutu QMS-ISO 9000:2000 di. Pos tentang sasaran mutu yang ditulis oleh sertifikat iso.
Kesimpangsiuran akan fungsi, tugas, dan tanggungjawab seorang dosen/tenaga pengajar seringkali terjadi. Semua fihak terkait pendidikan di negeri ini merasa dapat memberikan definisi, walupun terkadang definisi tersebut menyimpang dari skema pendidikan nasional yang jauh-jauh hari telah dirumuskan. Bahkan beberapa definisi telah diciptakan oleh dosen/tenaga pengajar yang bersangkutan, dan tak jarang bertentangan dengan regulasi nasional yang dewasa ini mulai disebarluaskan (skematik pendidikan kita untuk mewujudkan Indonesia Emas di tahun 2020). Melalui tulisan ini, penulis mencoba memaparkan suatu metodologi pendekatan untuk memberi gambaran bahwa tugas dosen/tenaga pengajar tidak mudah ditinjau dari aktivitas sehari-hari, dan juga tidak susah ditinjau dari pandangan jangka panjang berupa suatu amalan yang akan mengalir secara terus-menerus (dengan suatu persyaratan bahwa ilmu yang diajarkan dapat bermanfaat). Selain itu, akan dikembangkan suatu pola pikir bahwa dosen/tenaga pengajar merupakan jabatan fungsional yang secara professional harus diukur juga kinerjanya, dan dalam istilah umum dikenal melalui “ key performance indicator measuring”.
Untuk melakukan hal tersebut maka diperlukan suatu model standard yang berlaku secara global untuk mengukur KPI dosen/tenaga pengajar berdasarkan siklus tertutup pengamalan Tridarma Perguruan Tinggi. SIKLUS TERTUTUP PENGAMALAN TRIDARMA PERGURUAN TINGGI Secara garis besar rangkaian aktivitas tridarma perguruan tinggi merupakan siklus tertutup, yang terdiri atas masukan, pemrosesan, dan luaran, yang ditunjang dengan beberapa prosedur dan beberapa variabel pengendali. Siklus tersebut akan dilalui oleh semua lembaga maupun institusi pendidikan, dan akan berkelanjutan sampai kapanpun. Seiring dengan berubahnya perkembangan jaman maupun cakupan keilmuan, maka diharapkan bahwa siklus tersebut dapat bergulir ke arah perbaikan berkelanjutan (PDCA) untuk mengantisipasi perubahan yang ada.
Beberapa penyesuaian terhadap pola siklus kemungkinan besar harus ditempuh, yang bertujuan untuk mengoreksi atau meluruskan arah yang telah dilakukan berdasarkan tujuan yang ditetapkan sebelumnya. Beberapa institusi / lembaga pendidikan perlu menerapkan beberapa standardisasi yang berlaku di bidang pendidikan maupun sistem dokumentasi, semisal: Akreditasi BAN-PT, ISO 9001:2008, SNP, SPMI, dan lain-lainnya. Penerapan tersebut bertujuan untuk mencapai tujuan / luaran dari pengamalan Tridarma Perguruan Tinggi secara serempak dan seragam. LUARAN/ OUTPUT Penerapan pelaksanaan Tridarma Perguruan Tinggi diawali dari luaran yang akan dihasilkan. Umumnya diawali dengan penetapan visi, misi, tujuan institusi/lembaga pendidikan. Yang kemudian diturunkan ke satuan pendidikan terkecil semisal program studi.
Dari sisi penerapan sistem manajemen mutu, penetapan tersebut dapat berupa sasaran mutu, kebijakan mutu, dan beberapa persyaratan prosedur wajib berdasarkan standardisasi yang diterapkan. Beberapa institusi (pelaksana) pendidikan harus berani merumuskan luaran yang diturunkan secara hierarki berdasarkan penerapan siklus tertutup pada pelaksanaan Tridarma Perguruan Tinggi. Luaran tersebut diharapkan dapat mempertimbangkan beberapa aspek berikut: Tujuan pendidikan nasional: Pendidikan Nasional Indonesia bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Tujuan pendidikan institusi: • Keterserapan lulusan mahasiswa oleh dunia usaha dan industri. • Waktu tunggu lulusan untuk mendapatkan pekerjaan • Jumlah lulusan yang berhasil membuka lapangan pekerjaan / menjalankan usaha melalui kegiatan wirausaha.
• Pencapaian kegiatan pembelajaran yang memperhatikan norma Lingkungan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja. • Penjacapaian jumlah dosen yang melakukan aktivitas penelitian dan pengabdian pada masyarakat. • Dan masih banyak lagi turunan lainnya. Tujuan pembelajaran • Rata-rata indeks prestasi mahasiswa yang memenuhi tuntutan secara global. • Ketercapaian kompetensi mahasiswa yang sesuai dengan tuntutan pengguna jasa lulusan. • Kesesuaian materi pembelajaran, setiap dosen melakukan proses pengajaran sesuai dengan kurikulum dan silabus pembelajaran yang dituangkan dalam perangkat rencana pengajaran.
• Terpenuhinya jumlah jam pembelajaran aktual yang sesuai dengan jumlah jam pembelajaran yang direncanakan. • Rekonstruksi materi ajar untuk menyelarasakan dengan beberapa kebutuhan seperti: perkembangan teknologi yang ada di pemakai jasa, rata-rata kemampuan mahasiswa dalam menyerap materi ajar, beberapa masukan yang diperoleh melalui kuesioner ataupun dari pengguna jasa lulusan. • Keberhasilan pelaksanaan bimbingan akademik dan non akademik sebagai wadah untuk memotivator mahasiswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Keterkaitan diantara penetapan luaran berdasarkan tujuan pegamalan tridarma perguruan tinggi: 2.2. PROSES Pada pelaksanaannya, tridarma perguruan tinggi berupa: pendidikan, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat, merupan aktivitas besar di dalam suatu institusi pendidikan yang melibatkan seluruh jajaran pada struktur organisasi. Untuk menjaga konsistensi terhadap pencapaian tujuannya, maka setiap kegiatan tersebut dijabarkan melalui prosedur terdokumentasi. Ketiga aktivias tersebut harus dijabarkan secara tertulis dan diterjemahkan kepada ” Flow Process” atau ” Busines Process”.
Untuk menjaga ketimpangan (ketidakseimbangan) pada pelaksanaannya, maka beberap batasan dapat ditetapkan secara tertulis, untuk menjamin bahwa setiap dosen/tenaga pengajara melakukan proses pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat secara terdokumentasi. Pemetaan proses di atas pada pelaksanaannya harus dijabarkan menjadi beberapa urutan “proses rinci” yang dikenal dengan Prosedur ataupun Instruksi kerja (pada tingkatan yang lebih rendah).
Beberapa pemodelan telah dipandu oleh ISO / Brown Paper ( Process Mapping) bagi pembuatan “prosedur/instruksi kerja” dan umumnya berisi: Tujuan, Ruang Lingkup, Wewenang dan penanggungjabwab, Definisi, Bahan acuan, Dokumen, dan bagan alir. Hal ini dilakukan dalam upaya menjaga konsistensi dan keseragaman dalam penerapannya. Instruksi kerja akan mengatur suatu proses atupun sub poroses secara rinci yang bertujuan untuk memudahkan pelaksanaan siklus tertutup PDCA. Namun tidak jarang ditafsirkan sebagai suatu alat yang membuat kaku / tidak dinamis untuk menjalankan suatu aktivitas pada suatu institusi pendiikan (tentunya hal ini merupakan pandangan yang keliru). MASUKAN/ INPUT Masukan termasuk salah satu faktor penting yang akan mempengaruhi luaran berdasarkan tujuan yang ingin dicapai. Kesesuaian persyaratan minimum terhadap beberapa masukan bahkan harus mengalami seleksi (uji kesesuaian spesifikasi). Namun seringkali bahwa ketidaktercapaian tujuan dikaitkan dengan kondisi ketidakketercapaian pada saat seleksi awal dilakukan terhadap object masukan ataupun ketidakmampuan institusi untuk menerjemahkan secara bebas terhadap aspek regulasi yang berlaku.
Beberapa objek masukan yang dapat dipertimbangkan adalah: Calon Mahasiswa, Calon dosen, Tenaga pendukung, Sarana dan Prasarana, Regulasi, Produk, Pelatihan, Konsultasi, dan Rekayasa. Keseluruhan masukan tersebut akan mengalami proses yang terlibat secara langsung ataupun tidak langsung dan akan diinseminasikan di dalam proses pencapaian tujuan. RESUME (pandangan umum terhadap siklus tertutup) Mulai dari masukan, pemrosesan, sampai dengan luaran semuanya diatur melalui mekanisme siklus tertutup yang direncanakan, dipantau, dan dikendalikan. Beragam pendekatan dan beragam standardisasi diimplementasikan untuk menerapkannya. Tulisan ini mencoba memberikan deskripsi mengenai apa saja yang seharusnya dilakukan oleh seorang dosen/tenaga pengajar.
Yang secara langsung maupun tidak langsung (terkait fungsi struktural pada institusi pendidikan) terlibat di dalam menjalankan tridarma perguruan tinggi. Sehingga, bentuk perencanaan, pemantauan, maupun pengendalian yang dilakukan sama persis seperti perlakuan terhadap mahasiswa. Jika luaran diterjemahkan ke dalam angka Indeks Prestasi, maka dosen / tenaga pengajar pun memiliki indeks prestasi tersendiri dalam menjalankan tugas, fungsi dan tanggung jawabnya. Metode ini hanya merupakan “Model Pengukuran” yang ditujukan untuk mendukung sertifikasi dosen dan sebagai bahan standardisasi pengukuran kualitas dosen. Supaya suatu saat nanti akan diperoleh kualitas dosen/tenaga pengajar yang memiliki kualitas: seragam, integeralistik, dan tidak diterjemahkan secara partial maupun dikotomi geografis. VARIABEL PENENTU KINERJA DOSEN/TENAGA PENGAJAR ( Key performance indicator for Lecture) 3.1.
PEMETAAN KEAHLIAN TAKSONOMI DOSEN/TENAGA PENGAJAR Secara umum matrik pengukuran dibuat untuk mengungkapkan keahlian taksonomi dosen/tenaga pengahjar. Sudah barang tentu bahwa ketiga ranah berupa: Tujuan afektif, Tujuan psikomotorik, dan Tujuan Afektif yang merupakan tujuan dari proses pembelajaran terhadap mahasiswa untuk mendapatkan tingkat kompetensi yang diinginkan harus diperhatikan. Jika kita mengandaikan bahwa garis pembatas tersebut jelas bagi sasaran pembelajaran, maka sudah barang tentu bahwa keahlian taksonomi dosen/tenaga pengajar harus berada di atas (lebih tinggi) daripada mahasiswanya. Sayangnya, seringkali dijumpai bahwa pemenuhan kualifikasi tersebut hanya didasari oleh pemenuhan persyaratan pendidikan akademis saja (pendapat kebanyakan orang), padahal pemenuhan tersebut dapat diperoleh melalui pengalaman melaksanakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat. Tidak juga dapat dipungkiri bahwa dengan naiknya status pendidikan akademis, seharusnya akan memudahkan seorang dosen / tenaga pengajar (sebagai media) untuk memenuhi kualifikasi keahlian taksonomi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pijakan pertama terhadap pengukuran kinerja dosen adalah melalui pemetaan posisi dosen/tenaga pengajar tersebut sesuai dengan matriks keahlian taksonomi berupa tujuan kognitif, tujuan psikomotorik, dan tujuan afektif.
Mungkin, penulis sekarang baru memahami istilah ”guru kencing berdiri dan murid kencing berlari” dalam arti yang positif untuk mewujudkan bahwa dosen / tenaga pengajar harus berada ”selangkah atau beberapa langkah di depan dibandingkan mahasiswa / muridnya” (kadangkala dijumpai bahwa kondisi sebaliknya terjadi). Saya selalu mengandaikan bahwa tak ada sesuatupun yang kekal ataupun berdiam diri secara statis, kecuali apa yang sudah menjadi kehendakNya.
Hal tersebut menjadi dasar pemikiran saya bahwa tujuan taksonomi selalu berubah (dinamis) seiring dengan berjalannya waktu. Beberapa variabel yang mempengaruhinya antara lain: kemajuan ilmu pengetahuan, kondisi geografis, kemampuan dosen/tenaga pengajar, kemampuan mahasiswa, dan masih banyak hal lainnya. Saya mencoba memodelkannya melalui gambar 3 dimensi dan 2 dimensi (+) berikut: (walaupun sebenarnya tidak dapat dinyatakan bahwa% taksonomi tujuan afektif, psikomotorik, dan kognitif sebagai suatu gambar balok) 3.2. MERUMUSKAN MATRIKS PENILAIAN KINERJA DOSEN/TENAGA PENGAJAR Matriks penilaian kinerja dosen / tenaga pengajar dirancang untuk mengetahui kemampuan mengintegrasikan PDCA dalam proses belajar mengajar. Dimensi tersebut harus dapat mengukur secara keseluruhan 4 dimensi (pendidikan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat, dan waktu). Kesemuanya dapat dikorelasikan oleh sebuah persamaan rumit yang dapat disederhanakan seperti beberapa pepatah: hari esok harus lebih baik dari hari ini, mood mengajar biasanya naik pada saat bonus akhir tahun akan diberikan, semangat meneliti atau mengabdi pada masyarakat akan meningkat pada saat personal vee si pelaksana mencapai orde ratusan juta bahkan milyaran rupiah.
Secara garis besar matrik penilaian kinerja dosen / tenaga pengajar diwujudkan seperti pada tabel berikut: 3.3. VARIABEL – VARIABLE PENGUKURAN 3.3.1.
PENDIDIKAN (Perencanaan Pengajaran) Setiap dosen/tenaga pengajar berkewajiban untuk menyiapkan rencana pengajaran yang terdiri atas beberapa unsur. Unsur tersebut tidak selamanya terkait secara langsung pada proses pengajaran, namun demikian akan mempengaruhi terhadap pencapaian hasil proses pembelajaran. Tulisan ini dibuat tanpa maksud mengurui siapa-siapa tetapi untuk saling berbagi kesuksesan sesama dosen yang sangat mendambakan lulus serdos.Tulisan ini dibuat berdasarkan pengalaman kami dalam proses mengikuti berbagai tahapan pada kegiatan Sertifikasi Dosen 2015. Tidak seperti Sertifikasi Dosen tahun-tahun sebelumnya, kegiatan sertifikasi Dosen 2015 menambahkan beberapa syarat yaitu: 1.
Test of English Proficiency (TOEP) yang terdiri dari Listening (50 butir soal) dan Reading (50 butir soal) 2. Test Kemampuan Dasar Akademik (TKDA) 100 soal 3. Publikasi karya ilmiah/seni minimal 2 (dengan bobot 18/100 pada penilaian deskripsi diri) Saran: Walaupun anda sudah pernah test TOEFL maupun sejenisnya, bagusnya ikuti saja test TOEP dan TKDA, dari pada mengalami kesulitan pada tahapan berikutnya, pada tahun 2015 beberapa peserta diwajibkan test ulang akibat sertifikat TOEFL atau lainnya diragukan keabsahannya. • Data D3 sebagai calon peserta Serdos diunggah pada tanggal I Juni 2015 melalui laman • PTN/Kopertis/Kementerian Mitra melakukan verifikasi data D3 mulai tanggal 2 Juni 2015 sampai dengan tanggal l5 Juni 2015.
• Penetapan Data D4 menjadi DYS pada tanggal 18 Juni 2015 • Bagi DYS yang belum memiliki skor tes Kemampuan Berbahasa Inggris dan Kemampuan Dasar Akademik, dapat mengikuti tes yang diselenggarakan oleh PLTI yang dapat diakses di laman • DYS melakukan pengisian Portofolio dan validasi Diskripsi Diri dari tanggal 18 Juni 2015 sampai dengan tanggal 10 Juli 2015. • Penilaian portofolio dijadwalkan mulai tanggal 14 Juli 2015 sampai dengan tanggal 7 Agustus 2015. • Yudisium Intemal oleh PTPS tanggal 10 Agustus 2015 dan Yudisium Nasional tanggal 12 Agustus 2015, hasilnya akan diumumkan secara nasional pada tanggal 13 Agustus 2015.
Alur Kerja Pendaftaran, Pembayaran, dan Pelaksanaan test TOEP dan TPA • Silakan baca. • Siapkan pas foto 4x6, discan dan simpan dalam file format jpg (cukup 150 dpi), bila perlu siapkan dua warna latar belakang merah, dan biru. • Isikan data lengkap sesuai KTP, karena pada saat ujian akan diperiksa KTP. • Sebaiknya jangan ganti password default yang diberikan kopertis (karena bisa lupa, username dan password dipakai untuk login ke sistem saat ujian), jadi kertas username dan password yang diberikan kopertis jangan dibuang, tapi harus dibawa pada hari ujian. • Print Kartu Ujian, karena perlu dibawa saat ujian • Setiap hari rajin login untuk melihat apakah jadwal ujian telah keluar.
• Lakukan kunjungan ke lokasi ujian (sampai ruang LAB) satu hari sebelum ujian. • Lakukan latihan perhitungan sederhana seperti penjumlahan, perkalian, pembagian, pecahan karena tidak boleh pakai kalkulator. • Hal yang perlu dibawa pada hari Ujian adalah: Kartu Ujian, Lembar Username dan Password, KTP, Pen dan Kertas coret untuk test TKDA (beberapa soal perlu perhitungan, dan logika), laptop maupun tas tidak perlu dibawa, karena tidak boleh dibawa masuk. • Datang paling lambat 1/2 jam sebelum jadwal. • Banyak istirahat 1 hari sebelum ujian, karena test cukup melelahkan dan makan konsentrasi (bila perlu minum vitamin:).
Test TOEP Listening 45-50 menit, dan Reading 60 menit, keseluruhan waktu test 105-110 menit. Tidak ada istirahat ataupun jeda waktu antara kedua test. Soal Listening hanya disajikan sekali (tidak diulang), Maka ketika peserta telah pindah ke soal berikutnya, maka tidak dapat kembali lagi. Jadi perbaikan tidak dimungkinkan lagi.
Pada soal-soal Reading, peserta dapat kembali ke soal-soal sebelumnya untuk melakukan koreksi kalau waktu yang tersedia masih mencukupi. Skor hasil test akan dimunculkan dilayar begitu test berakhir (diakhiri oleh peserta, ataupun habis waktu). Tidak ada pengurangi nilai atas jawaban yang salah, jadi seharusnya peserta menjawab semua soal tanpa takut pinalti. Bahan untuk latihan Toefl, jika anda menguasai materi-materi ini, maka saya yakin tes TOEP tidak menjadi masalah bagi anda: • • • • • • • Latihan Soal TPA • • • Daftar Portal terkait serdos: 1. * Buat tim bersama beberapa teman yang juga mengikuti serdos. * Kalau dari perguruan tinggi anda hanya anda sendirian, cobalah buat tim dengan peserta dari PT (cari teman pada saat test TOEP dan TKDA).
* Jika anda kurang mahir internet, cari dosen/teman yang mahir internet untuk membantu anda kalau ada kendala pada saat pengisian portofolio. * Hubungi teman yang serdos 2014-2015 untuk membimbing anda. Jangan yang di atas tahun 2015, karena mereka tidak merasakan pengalaman serdos 2015 yang lebih kompleks (test TOEP, TKDA, dan kewajiban publikasi karya ilmiah). Fakta Terkait Kelulusan Data yang diolah dari hasil serdos 2015 salah satu kopertis. Lulus (49%) dan Tidak Lulus (51%) adapun penyebab ketidaklulusan adalah sebagai berikut ini: • Nilai Gabungan (36%) • Nilai Deskripsi Diri (23%) • Deskripsi Diri tidak konsisten (19%) • Menunggu diproses PTPS (belum ada nilai TKDA dan TOEP) (6%). Atas isian serdos anda, sehingga menjadi persiapan kalau ada hal-hal yang tidak diinginkan dapat minta bantuan ke admin PTU.
Persepsi Asesor Penilai Serdos Tahun 2015 dengan penyamaan persepsi Asesor 2015, yang disertai dengan alasan ketidaklulusan, statistik kelulusan menurut jabatan akademik, vonis K (nilai mati, peserta langsung tidak lulus) menurut rumpun ilmu, rerata skor TKDA menurut jabatan akademik, rerata skor TKDA menurut tingkat pendidikan, rerata skor TKBI menurut jabatan akademik, rerata TKBI menurut tingkat pendidikan, penyebab vonis nilai K, vonis nilai K terkait dengan kemiripan DD, Akhir, siapkan segala sesuatu sekarang juga, karena biasanya jadwalnya ketat, selamat bekerja. Strategi pembangunan yang terlalu sentralistik merupakan contoh ketidakpastian birokrasi masa lalu terhadap variasi pembangunan masyarakat lokal dan kurang tanggap terhadap kepentingan dan kebutuhan akan masyarakat di tingkat desa/kelurahan. Hal ini menyebabkan partisipasi dan spirit masyarakat untuk mengembangkan potensi lokal tidak dapat berkembang dengan wajar. Partisipasi memang telah lama menjadi penghias bibir para penjabat dari tingkat pusat sampai tingkat desa bahwa pembangunan dan kelestarian hasil pembangunan tidak akan berhasil bila tidak didukung dengan “partisipasi masyarakat”. Untuk tercapainya keberhasilan pembangunan masyarakat desa maka segala program perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi pembangunan harus melibatkan masyarakat, karena merekalah yang mengetahui permasalahan dan kebutuhan dalam rangka membangun wilayahnya sebab merekalah nantinya yang akan memanfaatkan dan menilai tentang berhasil atau tidaknya pembangunan di wilayah mereka. Masyarakat akan lebih mempercayai program kegiatan pembangunan apabila mereka dilibatkan dalam persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk beluk program kegiatan tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap program kegiatan tersebut.
Mendorong partisipasi umum karena akan timbul anggapan bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan. Proses perencanaan dimulai dengan informasi tentang ketersediaan sumber daya dan arah pembangunan nasional, sehingga perencanaan bertujuan untuk menyusun hubungan optimal antara input, proses, dan output/outcomes atau dapat dikatakan sesuai dengan kebutuhan, dinamika reformasi dan pemerintahan yang lebih demokratis dan terbuka, sehingga masyarakatlah yang paling tahu apa yang dibutuhkannya. Jadi partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan sangat penting karena dapat menumbuhkan sikap memiliki dan rasa tanggung jawab masyarakat terhadap pembangunan Sejalan dengan waktu, upaya memikirkan ulang format proses politik yang lebih memberi ruang kepada rakyat mulai tampak, hal ini ditandai dengan diterapkan maka hal tersebut juga membawa dampak positif dalam sistem pemerintahan di Indonesia, salah satu wujudnya adalah dengan diterapkannya Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang “Pemerintahan Daerah” dan didukung dengan Peraturan Pemerintah No. 76 Tahun 2001 Tentang “Pedoman umum pengaturan mengenai desa” serta keputusan Menteri Dalam Negeri No. 48 Tahun 2002 tentang “peraturan desa dan keputusan kepala desa”. Undang-undang, Peraturan Pemerintah dan Keputusan Menteri tersebut secara umum mengamanatkan bahwa pembangunan daerah dan desa/keluarahan harus dikelola dengan memperhatikan prakarsa dan aspirasi masyarakat dalam rangka peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, sekaligus dengan memelihara kehidupan berdemokrasi di tingkat desa dalam pelaksanaannya kemudian Undang-undang tersebut direvisi menjadi UU No.
32 Tahun 2004 dan untuk peran partisipasi masyarakat dalam pembangunan terbit Surat Edaran Bersama antara Kepala BAPPENAS dengan Medagri No. PPN/I/2005 /050/1 66/sj tanggal 20 Januari 2005 perihal petunjuk teknis penyelenggaraan musrenbang tahun 2005 dari tingkat desa/kelurahan hingga Kabupaten/Kota.
Untuk membangun kehidupan bernegara dengan tingkat keragaman masyarakat dan karakteristik geografis yang unik, pemerintah telah menyusun Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang terpadu, menyeluruh, sistematik, yang tanggap terhadap perkembangan jaman, yang ditetapkan dalam Undang-undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN).
Dalam pasal 1 dinyatakan bahwa SPPN adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, menengah dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggaraan negara dan masyarakat di tingkat pusat dan daerah. Kemudian dalam pasal 2 dinyatakan pula bahwa tujuan SPPN adalah: 1. Mendukung kondisi antar pelaku pembangunan. Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar daerah, antar ruang, antar waktu antar fungsi pemerintah maupun antar pusat dan daerah. Menjamin keterkaitan dan konsistensi antar perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan.
Mengoptimalkan partisipasi masyarakat. Menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan. Banyak fenomena menarik dalam proses perencanaan pembangunan yang dilaksanakan di Kecamatan Raba Kota Bima, terutama berkaitan dengan langkah ke 3 pada tahap pertama proses perencanaan pembangunan dalam Undang-undang No. 25 Tahun 2004 yang berbunyi: Melibatkan masyarakat (stakeholders) dan menyelaraskan rencana pembangunan yang dihasilkan masing-¬masing jenjang pemerintahan melalui musyawarah perencanaan pembangunan. Diawali dengan penyelenggaraan musrenbang tingkat desa/kelurahan, musrenbang tingkat kecamatan, musrenbang tingkat kab/kota.
Hal menarik tersebut antara lain: mekanisme perencanaan pembangunan dari bawah yang dilaksanakan mulai musrenbang desa/kelurahan sampai kecamatan belum melibatkan masyarakat untuk memutuskan prioritas kegiatan, padahal untuk menciptakan perencanaan pembangunan yang tepat waktu, tepat sasaran, berdaya guna dituntut adanya partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan karena masyarakatlah yang mengetahui permasalahan yang dihadapi dan kebutuhan yang mereka kehendaki, sehingga keikutsertaan masyarakat dapat mengakomodasi kepentingan mereka dalam proses penyusunan rencana pembangunan. Ada kecenderungan bahwa usulan yang diajukan dalam musrenbang kecamatan merupakan rumusan elite desa/kelurahan, sehingga partisipasi masyarakat yang sesungguhnya masih jauh dari harapan. Fenomena ini dapat dilihat berdasarkan hasil observasi penulis ketika menghadiri kegiatan musbangdes di kelurahan Rite Kecamatan Raba pada tanggal 25 Oktober 2013, kegiatan Musbangdes dihadiri oleh perwakilan Rukun Warga/RW (ada 5 RW di Kelurahan Rite), dan beberapa orang perwakilan masyarakat. Sebelum dilaksanakan musbangdes terlebih dahulu diselenggarakan musbangdus yaitu musyawarah pembangunan dusun. Kelurahan Rite terbagi dalam 10 RT. Masing-masing RT menyerahkan daftar identifikasi kebutuhan masyarakat ke kantor kelurahan sebelum penyelenggaraan musbangdes.
Pada tahap musbangdes, aparat desa/kelurahan membacakan daftar identifikasi kebutuhan dari masing-masing RT, namun tidak mendiskusikan kebutuhan mana yang dijadikan kegiatan prioritas yang akan diusulkan pada musrenbang tahapan selanjutnya. Pihak kelurahanlah yang merumuskan daftar kegiatan prioritas tersebut. Berdasarkan fenomena tersebut, pemerintah kelurahan masih mendominasi perumusan kegiatan prioritas yang akan diusulkan dalam musrenbang selanjutnya.
• Partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan di Kecamatan Raba Kota Bima rendah. • Sosialisasi oleh aparat pemerintah daerah belum menyentuh masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam perencanaan pembangunan daerah. • Implementasi Undang-undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional masih belum dipahami oleh beberapa pihak yang terkait dalam proses perencanaan pembangunan di daerah. • Kesiapan perangkat organisasi, sumber daya aparatur di daerah serta peningkatan dan pemberdayaan stakeholders belum optimal.
Pembangunan adalah pergeseran dari suatu kondisi nasional yang satu menuju kondisi nasional yang lain, yang dipandang lebih baik dan lebih berharga (Katz dalam Tjokrowinoto 1995). Disamping itu pembangunan juga merupakan proses multi dimensional yang menyangkut perubahan-perubahan yang penting dalam suatu struktur, sistem sosial ekonomi, sikap masyarakat dan lembaga¬lembaga nasional dan akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengangguran kesenjangan dan pemberantasan kemiskinan absolut (Todaro, 1977). Pengertian tersebut mengisyaratkan bahwa pembangunan berarti proses menuju perubahan¬-perubahan yang dimaksudkan untuk memperbaiki kualitas kehidupan masyarakat itu sendiri. Dalam pengertian pembangunan para ahli memberikan berbagai macam definisi tentang pembangunan, namun secara umum ada suatu kesepakatan bahwa pembangunan merupakan proses untuk melakukan perubahan.
Siagian (1994) memberikan pengertian tentang bagaimana pembangunan sebagai “suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (Nation building)”. Adapun Ginanjar Kartasasmita (1997;9) memberikan pengertian yang lebih sederhana tentang pembangunan yaitu: “suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana”. Upaya untuk memahami makna dan strategi pembangunan yang tepat telah melibatkan para ahli dari berbagai disiplin ilmu akibatnya konsep pembangunan menjadi multi interpretable namun disamping itu pembangunan harus dipahami sebagai proses multi dimensional dan mencakup perubahan orientasi dan sistem organisasi sosial, ekonomi, politik dan kebudayaan. Todaro melihat pembangunan sebagai: “proses yang multi dimensional dari struktur masyarakat, perilaku, kelembagaan, perkembangan ekonomi, pengurangan kepincangan, dan penghapusan kemiskinan absolut dari masyarakat”. Tiga nilai yang menjadi tujuan pembangunan adalah: (1) Live sustainance atau terpenuhinya kebutuhan dasar manusia berupa sandang, pangan, papan, kesehatan, dan perlindungan dari ancaman, (2) Self esteem, kemampuan untuk menjadi diri sendiri, (3) Freedom for survitude, yaitu kemampuan untuk memilih secara bebas. Meskipun pengertian pembangunan amat bervariasi namun menurut Esman (Tjokrowinoto 1999:91) secara umum pembangunan dapat diartikan sebagai proses perubahan dari kondisi nasional yang satu ke kondisi nasional yang dipandang lebih baik atau kemajuan yang terus menerus menuju perbaikan kehidupan manusia yang mapan. Pembangunan masyarakat desa menurut Tjokrowinoto (1999:35) dapat dilakukan berdasarkan 3 azas, diantaranya: (1) azas pembangunan integral, (2) azas kekuatan sendiri, (3) azas pemufakatan bersama.
Azas pembangunan integral ialah pembangunan yang seimbang dari semua segi masyarakat desa. Azas kekuatan sendiri adalah tiap-tiap usaha pertama-tama harus berdasarkan kekuatan sendiri, azas pemufakatan bersama ialah pembangunan harus dilaksanakan secara benar untuk menjadi kebutuhan masyarakat desa dan putusan untuk melaksanakan proyek bukan atas prioritas atasan tetapi merupakan keputusan bersama anggota masyarakat desa. Disamping itu strategi desa yang telah dikembangkan antara lain pendekatan dari atas (top down), pendekatan dari bawah (bottom up) dan pendekatan pengelolaan mandiri oleh masyarakat desa (community base management). Pendekatan ‘top down’ dilaksanakan berdasarkan jalan pikiran bahwa masyarakat desa adalah pihak yang bodoh dan belum dapat memikirkan serta mengerjakan apa yang baik untuk mereka. Jadi semua segi kehidupan dirancang dan diturunkan dari pemerintahan. Pendekatan ‘bottom up’ dilaksanakan dengan asumsi bahwa masyarakat desa telah memiliki kemampuan untuk memikirkan dan mengerjakan kebutuhannya sendiri dan pemerintah hanya turut serta dalam sistem administrasinya.
Pendekatan ‘community base management’ sebenarnya bukan gagasan baru namun muncul dan digali dari masyarakat setempat yang diangkat dari praktek masyarakat tradisional dalam mengelola sumber daya alam untuk kesejahteraan ekonomi bersama dalam desa tanpa campur tangan pemerintah. Pembangunan memerlukan perencanaan karena kebutuhan pembangunan lebih besar daripada sumber daya yang tersedia. Melalui perencanaan ingin dirumuskan kegiatan pembangunan yang secara efisien dan efektif dapat memberi hasil yang optimal dalam memanfaatkan sumber daya yang tersedia dan mengembangkan potensi yang ada. Secara umum perencanaan berasal dari kata rencana, yang berarti rancangan atau rangka sesuatu yang akan dikerjakan. Menurut Waterson (dalam Diana Conyers, 1994: 4) pada hakekatnya perencanaan adalah usaha yang secara sadar terorganisasi dan terus menerus dilakukan guna memilih alternatif terbaik dari sejumlah alternatif untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan J Nehru (dalam Diana Conyers, 1994: 4) menyatakan bahwa perencanaan adalah suatu bentuk latihan intelejensia guna mengolah fakta serta situasi sebagaimana adanya dan mencari jalan keluar guna memecahkan masalah.
Kemudian Beenhakker (dalam Diana Conyers, 1994: 4) menyatakan bahwa perencanaan adalah seni untuk melakukan sesuatu yang akan datang agar dapat terlaksanakan. Definisi lain diungkapkan Kunarjo (2002: 14) yang menyebutkan bahwa secara umum perencanaan merupakan proses penyiapan seperngkat keputusan untuk dilaksanakan pada waktu yang akan datang yang diarahkan pada pencapaian sasaran tertentu. Dari beberapa pengertian tentang perencanaan, penulis mensintesakan bahwa perencanaan merupakan langkah awal dalam melaksanakan suatu tujuan tertentu yang menyangkut pengambilan keputusan atau pilihan mengenai bagaimana memanfaatkan sumber daya yang ada semaksimal mungkin guna mencapai tujuan-tujuan tertentu di masa depan. Definisi perencanaan yang lain dikemukakan oleh Sitanggang, mengemukakan bahwa perencanaan diartikan sebagai alat atau unsur dalam upaya menggerakan dan mengarahkan organisasi dan bagian-bagiannya mencapai tujuan yang ditentukan. Sedangkan Bintoro Tjokroamidjojo (1998:12) berpendapat bahwa perencanaan adalah suatu cara bagaimana mencapai tujuan sebaik-baiknya (Maximum Output) dengan sumber-sumber yang ada supaya lebih efisien dan efektif. Beliau juga mengungkapkan bahwa perencanaan adalah penentuan tujuan yang akan dicapai atau yang akan dilakukan, bagaimana, bilama dan oleh siapa.
Definisi lain dikemukakan oleh para ahli manajemen dalam buku yang ditulis oleh Malayu S.P. Hasibuan (1988) diantaranya: George R Terry mengatakan perencanaan adalah upaya untuk mememilih dan menghubungkan fakta-fakta dan membuat serta menggunakan asumsi-sumsi mengenai masa yang akan datang dengan jalan menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Sedangkan Ginanjar Kartasasmita menyatakan bahwa pada dasarnya perencanaan sebagai fungsi manajemen adalah proses pengambilan keputusan dari sejumlah pilihan untuk mencapai tujuan yang dikehendaki. Diana Conyers dan Peter Hill (LAN-DSE, 1999) mengemukakan bahwa perencanaan adalah suatu proses yang terus menerus melibatkan keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan penggunaan sumber daya yang ada dengan sasaran untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu di masa yang akan datang. T Hani Handoko mengemukakan pengertian perencanaan adalah pemilihan sekumpulan kegiatan dan pemutusan selanjutnya apa yang harus dilakukan, kapan, bagaimana, dan oleh siapa. Perencanaan yang baik dapat dicapai dengan mempertimbangkan kondisi di waktu yang akan datang dalam mana perencanaan dan kegiatan yang diputuskan akan dilaksanakan, serta periode sekarang pada saat rencana dibuat.
Dari beberapa pengertian tersebut maka dapat diuraikan beberapa komponen penting dalam perencanaan yakni tujuan (apa yang hendak dicapai), kegiatan (tindakan-tindakan untuk merealisasi tujuan), dan waktu (kapan, bilamana kegiatan tersebut hendak dilakukan). Menurut Koontz dan O’Donnel, perencanaan adalah fungsi seorang manajer yang berhubungan dengan memilih tujuan-tujuan, kebijakan-kebijakan, prosedur-prosedur, program-program dari alternatif yang ada. Sedangkan Louis A Allen mengemukakan bahwa perencanaan adalah menentukan serangkaian tindakan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Pengertian perencanaan pembangunan dapat dilihat berdasarkan unsur-unsur yang membentuknya yaitu: perencanaan dan pembangunan.
Perencanaan menurut Terry (dalam Hasibuan, 1993:95) adalah memilih dan menghubungkan fakta dan membuat serta menggunakan asumsi-asumsi mengenai masa yang akan datang dengan jalan menggambarkan dan merumuskan kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Pengertian pembangunan menurut Siagian adalah suatu usulan atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana yang dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa negara dan pemerintah menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa.
Perencanaan menurut Lembaga Administrasi Negara (dalam Riyadi dan Bratakusumah, 2004: 4) berarti memilih prioritas dan cara atau alternatif untuk mencapai tujuan, pengalokasian sumber daya, bertujuan mencapai tujuan, berhubungan dengan masa depan, serta kegiatan yang terus menerus. Pendapat ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Conyers (1981: 3) bahwa perencanaan adalah sebagai: “suatu proses yang terus menerus yang melibatkan keputusan-keputusan, alternatif-alternatif atau pilihan, mengenai cara¬-cara alternatif penggunaan sumber daya-sumber daya, dengan tujuan menghasilkan sasaran-sasaran spesifik untuk waktu yang akan datang”. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa fungsi perencanaan adalah sebagai alat untuk memilih, merencanakan untuk masa yang akan datang, cara untuk mengalokasikan sumber daya serta alat untuk mencapai sasaran, dan apabila dikaitkan dengan pembangunan yang hasilnya diharapkan dapat menjawab semua permasalahan, memenuhi kebutuhan masyarakat, berdaya guna dan berhasil guna, serta mencapai tujuan yang diinginkan, maka perencanaan itu sangat diperlukan agar pembangunan yang dilaksanakan lebih terarah, efektif dan efisien dalam penggunaan sumber daya dan dana.
Sedangkan pembangunan dalam perencanaan itu sendiri merupakan suatu proses perubahan kearah yang lebih baik melalui apa yang dilakukan secara terencana. Menurut Diana Conyers (1994: 5) setiap bentuk perencanaan pasti mempunyai implikasi atau aspek sosial, karenanya dapatlah dianggap bahwa perencanaan sosial harus merupakan bentuk arahan bagi seluruh rangkaian kegiatan perencanaan itu sendiri. Perencanaan jenis ini biasanya dipakai pemerintah atau badan lainnya guna mengatasi masalah perubahan ekonomi dan masalah sosial pada umumnya.
Perencanaan ini dikenal dengan perencanaan pembangunan. Lebih lanjut Riyadi dan Bratakusumah (2004: 6) mengemukakan bahwa perencanaan pembangunan merupakan suatu tahapan awal proses pembangunan. Sebagai tahapan awal, maka perencanaan pembangunan merupakan pedoman/acuan dasar bagi pelaksanaan kegiatan pembangunan.
Karena itu perencanaan pembangunan hendaknya bersifat implementatif (dapat melaksanakan) dan aplikatif (dapat diterapkan), serta perlu disusun dalam suatu perencanaan strategis dalam arti tidak terlalu mengatur, penting, mendesak dan mapu menyentuh kehidupan masyarakat luas, sekaligus mampu mengantisipasi tuntutan perubahan baik internal maupun eksternal, serta disusun berdasarkan fakta riil di lapangan. Dalam hubungannya dengan suatu daerah sebagai area pembangunan sehingga terbentuk konsep perencanaan pembangunan daerah, keduanya menyatakan bahwa perencanaan pembangunan daerah adalah suatu konsep perencanaan pembangunan yang dimaksudkan untuk melakukan perubahan menuju arah perkembangan yang lebih baik bagi suatu komunitas masyarakat, pemerintah, dan lingkungannya dalam daerah tertentu dengan memanfaatkan atau mendayagunakan berbagai sumber daya yang ada, dan harus memiliki orientasi yang bersifat menyeluruh, lengkap tetapi berpegang pada asas prioritas. Perencanaan pembangunan tidak mungkin hanya dilakukan di atas kertas tanpa melihat realitas di lapangan. Data valid di lapangan sebagai data primer merupakan ornamen-ornamen penting yang harus ada dan digunakan menjadi bahan dalam kegiatan perencanaan pembangunan. Dengan demikian perencanaan pembangunan dapat diartikan sebagai suatu proses perumusan alternatif-alternatif atau keputusan-keputusan yang didasarkan pada data-data dan fakta-fakta yang akan digunakan sebagai bahan untuk melaksanakan suatu rangkaian kegiatan/aktivitas kemasyarakatan baik yang bersifat fisik (mental spiritual) dalam rangka pencapaian tujuan yang lebih baik. Mekanisme perencanaan pembangunan di Indonesia telah diterapkan secara luas mulai pertengahan tahun 1980-an.
Mekanisme perencanaan tersebut menggunakan kombinasi antara pendekatan dari bawah (bottom up approach) dan dari atas (top down approach). Terdapat enam tahap yang dilalui, mulai dari musyawarah pembangunan desa (musbangdes), Diskusi Unit Daerah Kerja Pembangunan (UDKP) di tingkat kecamatan, rapat koordinasi pembangunan (rakorbang) di tingkat kabupaten/kota, rakorbang tingkat provinsi, konsultasi regional pembangunan (konregbang), dan konsultasi nasional pembangunan (konasbang).
Perluasan otonomi daerah yang semakin dititikberatkan kepada kabupaten/kota akan membawa konsekuensi dan tantangan yang cukup berat bagi pengelola administrasi negara di daerah, baik dalam tahap perumusan kebijakan maupun implementasinya program-program pembangunan. Oleh karena itu model pembangunan daerah di masa kini dan masa depan perlu difokuskan kepada pengembangan masyarakat lokal. Model pembangunan itu dilakukan melalui perubahan paradigma pembangunan top down ke pembangunan partisipatif. Sehingga nantinya akan terbentuk suatu pemerintahan yang transparan, akuntabel dan responsif terhadap berbagai kebutuhan masyarakatnya. Alexander Abe (2002:81) mengemukakan pengertian perencanaan partisipatif sebagai berikut: “perencanaan partisipatif adalah perencanaan yang dalam tujuannya melibatkan kepentingan masyarakat, dan dalam prosesnya melibatkan rakyat (baik secara langsung maupun tidak langsung) tujuan dan cara harus dipandang sebagai satu kesatuan.
Suatu tujuan untuk kepentingan rakyat dan bila dirumuskan tanpa melibatkan masyarakat, maka akan sangat sulit dipastikan bahwa rumusan akan berpihak pada rakyat”. Lebih lanjut Abe mengemukakan langkah-langkah dalam perencanaan partisipatif yang disusun dari bawah yang dapat digambarkan sebagai tangga perencanaan dapat diuraikan secara rinci sebagai berikut. • Penyelidikan, adalah sebuah proses untuk mengetahui, menggali dan mengumpulkan persoalan-persoalan bersifat local yang berkembang di masyarakat.
• Perumusan masalah, merupakan tahap lanjut dari proses penyelidikan. Data atau informasi yang telah dikumpulkan diolah sedemikian rupa sehingga diperoleh gambaran yang lebih lengkap, utuh dan mendalam. • Identifikasi daya dukung, dalam hal ini daya dukung diartikan sebagai dana konkrit (uang) melainkan keseluruhan aspek yang bisa memungkinkan target yang telah ditetapkan. • Rumusan tujuan, tujuan adalah kondisi yang hendak dicapai, sesuatu keadaan yang diinginkan (diharapkan), dan karena itu dilakukan sejumlah upaya untuk mencapainya. • Langkah rinci, penetapan langkah-langkah adalah proses penyusunan apa saja yang akan dilakukan. Proses ini merupakan proses membuat rumusan yang lebih utuh, perencanaan dalam sebuah rencana tindak. • Merancang anggaran, disini bukan berarti mengahitung uang, melainkan suatu usaha untuk menyusun alokasi anggaran atau sumber daya yang tersedia.
Rumusan FAO yang dikutip Mikkelsen (2001:64) menyatakan bahwa partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam perubahan yang ditentukan sendiri dalam rangka pembangunan diri, kehidupan dan lingkungan mereka dengan cara memantapkan dialog antara masyarakat setempat dengan para staf yang melaksnakan persiapan, pelaksanaan dan monitoring priyek, agar mereka memperoleh informasi mengenai konteks lokal dan dampak-dampak sosial yang ditimbulkan dengan keberadaan proyek tersebut. Pandangan lainnya, sebagaimana dinyatakan oleh Mubyarto (1984:35), “partisipasi masyarakat dalam pembangunan pedesaan harus diartikan sebagai kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorban kepentingan diri sendiri”. Selanjutnya disebutkan pula bahwa dalam keadaan yang paling ideal keikutsertaan masyarakat merupakan ukuran tingkat partisipasi rakyat.
Semakin besar kemampuan mereka untuk menentukan nasibnya sendiri, maka semakin besar pula kemampuan mereka dalam pembangunan. Rumusan FAO dan pandangan Mubyarto di atas menunjukkan bahwa masyarakat harus dapat membantu dirinya sendiri dalam pembangunan. Hal ini dapat dicapai apabila ada kesempatan bagi mereka untuk melakukan komunikasi dengan pihak terkait, sehingga program apapun yang direncanakan sudah selayaknya memperhatikan situasi setempat dan kebutuhan masyarakat sebagai kelompok sasaran, yang selanjutnya mereupakan salah satu persyaratan agar kegiatan dapat dilaksanakan sesuai harapan dan masyarakat secara sukarela melakukan pengawasan guna dapat mewujudkan tujuan dari kegiatan yang dicanangkan. Semakin mantap tingkat komunikasi yang dilakukan maka semakin besar pula terjadinya persamaan persepsi antara para stakeholders pembangunan.
Hal ini senada sebagaimana dinyatakan Soemadi Rekso Putranto (1992:51 - 52) bahwa peningkatan peran serta masyarakat dalam pembangunan hendaknya masyarakat tidak dipandang sebagai obyek semata, tetapi harus dilibatkan sebagai pelaku aktif dalam pembangunan mulai sejak perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembangunan. Selanjutnya hal penting yang perlu mendapat perhatian adalah hendaknya masyarakat dapat menikmati hasil pembangunan secara proposional sesuai dengan peranannya masing-masing.
• Terfokus pada kepentingan masyarakat. Perencanaan program berdasarkan pada masalah dan kebutuhan yang dihadapi masyarakat. Perencanaan disiapkan dengan memperhatikan aspirasi masyarakat yang memenuhi sikap saling percaya dan terbuka.
• Partisipatoris (keterlibatan) Setiap masyarakat melalui forum pertemuan, memperoleh peluang yang sama dalam sumbangan pemikiran tanpa dihambat oleh kemampuan berbicara, waktu dan tempat. Perencanaan mencerminkan kepentingan dan kebutuhan semua pihak. Proses perencanaan berlangsung secara berkelanjutan dan proaktif. • Sinergitas a.
Harus menjamin keterlibatan semua pihak. Selalu menekankan kerja sama antar wilayah administrasi dan geografi. Setiap rencana yang akan dibangun sedapat mungkin menjadi kelengkapan yang sudah ada, sedang atau akan dibangun. Memperhatikan interaksi diantara stakeholders.
• Legalitas a. Perencanaan pembangunan dilaksanakan dengan mengacu pada semua peraturan yang berlaku. Menjunjung etika dan tata nilai masyarakat. Tidak memberikan peluang bagi penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan. • Fisibilitas Perencanaan harus bersifat spesifik, terukur, dan dijalankan dan mempertimbangkan waktu. Senada dengan ciri-ciri diatas Samsura (dalam Fitriasturi, 2005:40) mengemukakan kriteria-kriteria dari perencanaan partisipatif sebagai berikut: a.
Adanya perlibatan seluruh stakeholders. Adanya upaya pembangunan institusi masyarakat yang kuat dan legitimate. Adanya proses politik melalui negosiasi atau urun rembuk yang pada akhirnya mengarah pada pembentukan kesepakatan bersama (collective agreement).
Adanya usaha pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan pembelajaran kolektif yang merupakan bagian dari proses demokratisasi. Penelitian ini menggunakan perspektif pendekatan kualitatif. Menurut Denzin dan Lincoln (dalam Moleong 2006:5) menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Adapun Bogdan dan taylor (dalam moleong 2006:4) mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai pro sedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Sejalan dengan definisi tersebut, Kirk dan Miller (dalam Moleong 2006:4) mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan social yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya. Menurut Nazir (1983), penelitian deskriptif adalah studi untuk menemukan fakta dengan interpretasi yang tepat, melukiskan secara tepat sifat¬sifat dari beberapa fenomena kelompok atau individu, menentukan frekuensi terjadinya suatu keadaan untuk meminimalkan bias dan memaksimalkan reabilitas. Delphi Modbus Driver.
Analisanya dikerjakan berdasarkan ex post facto, artinya data dikumpulkan setelah semua kejadian berlangsung (Nazir, 1983:105). Metode deskriptif umumnya memiliki 2 ciri khas utama: (1) memusatkan diri pada masalah-masalah yang ada sekarang; (2) data yang dikumpulkan pertama kali disusun, dijelaskan kemudian dianalisa karena itu metode deskriptif sering disebut metode analisa. Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat individu, keadaan, gej ala atau kelompok-kelompok tertentu atau menemukan penyebaran (frekuensi) suatu gejala dan gejala lainnya dalam masyarakat. Menurut Singarimbun, penelitian deskriptif biasa dilakukan tanpa hipotesa yang dirumuskan secara ketat. Ia mengontrol juga hipotesa tetapi tidak akan diuji secara statistik. Selain itu ia mempunyai 2 tujuan untuk mengetahui perkembangan sarana fisik dan frekuensi kerjanya suatu aspek fenomena sosial.
Tujuan kedua adalah mendeskripsikan secara terperinci fenomena sosial tertentu (Singarimbun dan Effendi, 1982:4). Melalui metode penelitian deskriptif, metode ini berusaha mendeskripsikan atau melukiskan secara terperinci atau mendalam partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan daerah Kabupaten Sukabumi. Dengan pemilihan rancangan deskriptif kualitatif, maka penulis akan melakukan pendekatan terhadap obyek penelitian dengan menggali informasi sesuai dengan persepsi penulis dan informan dan dapat berkembang sesuai dengan interaksi yang terjadi dalam proses wawancara. Penulis senantiasa menginterpretasikan makna yang tersurat dan tersirat dari penjelasan yang diberikan informan, hasil observasi lapangan serta catatan pribadi. Menurut Bogdan dan Biklen (dalam Nasution, 1992:31) dalam menentukan fokus penelitian kualitatif pada awalnya Masalah yang akan teliti masih umum dan samar-samar akan bertambah jelas dan mendapat fokus setelah penulis berada dalam lapangan. Fokus itu masih mungkin mengalami perubahan selama berlangsungnya penelitian.
Dengan perumusan fokus penelitian yang baik maka penulis akan terhindar dari pengumpulan data yang tidak relevan dan tidak terjebak pada bidang yang umum dan luas. Fokus penelitiannya adalah studi partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan daerah di Kecamatan Raba Kota Bima. • Terfokus tidaknya perencanaan pada kepentingan masyarakat dilihatdari: a. Apakah perencanaan program berdasarkan pada masalah dan kebutuhan yang dihadapi masyarakat. Apakah perencanaan disiapkan dengan memperhatikan aspirasi masyarakat yang memenuhi sikap saling percaya dan terbuka.
• Partisipasi masyarakat dilihat dari: a. Apakah masyarakat memperoleh peluang yang sama dalam memberikan sumbangan pemikiran. Apakah masyarakat mengalami hambatan terkendala waktu dan tempat dalam memberikan sumbangan pemikiran. Apakah masyarakat ikut memutuskan prioritas kegiatan yang akan diajukan dalam musrenbang yang lebih tinggi. • Sinergitas perencanaan dilihat dari: Apakah selalu menekankan kerja sama antar wilayah administrasi dan geografi serta terdapat interaksi diantara stakeholders.
• Legalitas perencanaan dilihat dari: Apakah perencanaan pembangunan dilaksanakan dengan mengacu pada semua peraturan yang berlaku serta menjunjung etika dan tata nilai masyarakat. Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian, ia harus mempunyai banyak pengalaman tentang latar penelitian (Moleong 2006:132). Oleh karena itu seorang informan harus benar-benar tahu atau pelaku yang terlibat langsung dengan permasalahan penelitian (Bogdewic dalam Budi Puspo). Memilih seorang informan harus dilihat kompetensinya bukan hanya sekedar untuk menghadirkannya (Bernard dalam Budi Puspo).
Agar dapat mengumpulkan informasi dari obyek penelitian sesuai dengan fenomena yang diamati, dilakukan pemilihan kepada unsur masyarakat secara purposive sebagai informan. Pemillihan didasarkan atas pertimbangan bahwa informan memiliki pemahaman terhadap fenomena penelitian. Tambahan informasi diperoleh dari informan lainnya yang ditentukan dengan teknik snow ball sampling. Penelusuran informan akan berakhir jika sudah tidak diperoleh tambahan informasi atau dihadapkan pada kendala dana dan waktu (Breg, Guba dan Lincoln dalam Fitriastuti, 2005:75). Salah satu cirri utama penelitian kualitatif adalah manusia sangat berperan dalam keseluruhan proses penelitian, termasuk dalam pengumpulan data, bahkan peneliti itu sendirilah instrumennya (Moleong 2006:241).
Menurut Moleong cirri¬ciri umum manusia sebagai instrumen mencakup segi responsive, dapat menyesuaikan diri, menekankan keutuhan, mendasarkan diri atas pengetahuan, memproses dan mengikhtisarkan, dan memanfaatkan kesemapatan mencari respons yang tidak lazim. Adapun alat Bantu yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat fotografi, tape recorder, dokumen-dokumen yang berhubungan dengan masalah penelitian dan alat bantu lainnya.
Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Wawancara semi struktur Jenis wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in-depth interview, dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat dan ide-idenya (Sugiyono). Observasi atau biasa dikenal dengan pengamatan adalah salah satu metode untuk melihat bagaimana suatu peristiwa, kejadian, hal-hal tertentu terjadi.
Observasi menyajikan gambaran rinci tentang aktivitas program, proses dan peserta. Dalam penelitian ini menggunakan observasi partisipasi pasip yaitu peneliti dating di tempat kegiatan orang yang diamati, tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut. Prinsip utama dalam analisa data adalah bagaimana menjadikan data atau informasi yang telah dikumpulkan disajikan dalam bentuk uraian dan sekaligus memberikan makna atau interprestasi sehingga sehingga informasi tersebut memiliki signifikan ilmiah atau teoritis.
Sentinel Emulator 2007 License on this page. Analisis data kualitatif menurut Bogdan dan Bikken dalam Moleong (2006:248) adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang diceritakan kepada orang lain. Lahir di Bima, 13 Nopember 1971. Tamatan SDN 51 Kobi, SMPN 1 Kobi, SMAN Ampenan (SMAN 2 Mataram).
Alumni Universitas Mataram Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen Angkatan 1990. Thn 1996 bekerja di PT.
Karya Mandiri Bekasi. Thn 1998 di PBF Mitra Magita Mataram sbg Supervisor. Thn 1999-2004 pada PT. Indofood sbg Marketting Manajer utk wilayah NTB. Mulai thn 2006 sampai sekarang mengabdikan diri sbg Dosen Tetap Yayasan IKIP BIMA (STKIP BIMA).Jabatan Akademik Lektor. Tim Pembimbing dan Penguji Skripsi Prodi Pendidikan Ekonomi.Tahun 2014 menyelesaikan studi Pascasarjana universitas Mataram Program Studi Magister Ilmu Ekonomi. Januari 2015 menjabat Sekretaris Lembaga Penjamin Mutu (LPM) STKIP Bima.
Lulus sertifikat pengakuan sebagai Dosen Profesional (SERDOS) tgl 23 Desember 2015.
Assalamualaikum Malam minggu yang tidak kelabu ini, saya coba share materi bertema SASARAN / TARGET terkait ISO 9001:2008 – Sistem Manajemen Mutu. Mengulas dan curhat sedikit tentang sasaran bahwanya setiap orang tentunya punya sasaran dalam hidupnya. Khusus untuk ngeblog di wordpress ini, saya punya sasaran yakni Statistik Blog di abunajmu.wordpress.com mencapai 500.000 hits pada usia 35 tahun. HehehePadahal saat usiaku 31 tahun 5 bulan sekarang dengan ngeblog sudah 2 tahun, statistik blogku masih 48,979 hits. Masih jauh dari sasaran,yaNamun, yang namanya sasaran itu memang harus punya tantangan atau Challenge Saya berharap tetap konsisten dalam kegiatan ngeblog ini dan yang pasti blog ini harus memuat artikel / materi yang bagus, sehingga pengunjungnya banyak:-). Minta doanya,ya.Oke, Langsung ke materi saja.
Membuat sasaran atau target mutu merupakan salah satu kegiatan dalam implementasi sistem manajemen mutu ISO 9001:2008 seperti tertuang dalam klausul 5.4.1 sebagai berikut: Berikut adalah hal-hal terkait Sasaran Mutu ( SM ) yang harus diperhatikan: • SM harus sejalan dengan Misi, Visi dan Kebijakan Perusahaan / Organisasi. • SM dibuat oleh setiap departemen / section dengan persetujuan Management Representative ( MR ) dan Top Manajemen. • SM dibuat harus memenuhi kaidah SMART yakni Specific (Spesifik), Measurable (terukur), Achievable (dapat dicapai), Relevant (relevan), Time-Bound (Batas waktu). • SM yang dibuat kemudian dilanjutkan dengan pembuatan Perencanaan Mutu/Quality Planning/Action Plan yang memuat langkah-langkah / kegiatan terinci untuk mencapai SM. • SM harus disosialisaikan ke internal departemen agar seluruh anggota departemen memahami dan berusaha mencapainya. • SM berlaku selama periode satu tahun dan monitoring atau tinjau ulang ( Review ) dilakukan setiap bulan untuk melihat sejauh mana tingkat pencapaiannya per departemen. • Jika review SM menunjukan sasaran tidak tercapai, maka departemen tersebut harus membuat penjelasan tentang masalah ketidaktercapaiannya dengan membuat Tidakan Perbaikan ( Corrective Action ) Berikut saya sampaikan contoh SM untuk masing-masing departemen: Semoga bermanfaat dan terima kasih, Salam Andi wahyudin Spesialist for QHSE of Plantations.